Skip to main content
SearchLoginLogin or Signup

Pengalihan hak cipta pada jurnal nasional dan internasional: sebuah refleksi untuk pengembangan Jurnal Guidena

Artikel telah terbit di Jurnal Guidena (tautan sementara di: https://www.ojs.fkip.ummetro.ac.id/index.php/bk/article/view/2895).

Published onJun 09, 2020
Pengalihan hak cipta pada jurnal nasional dan internasional: sebuah refleksi untuk pengembangan Jurnal Guidena
·
history

You're viewing an older Release (#8) of this Pub.

  • This Release (#8) was created on Jun 23, 2020 at 2:32 AM ()
  • The latest Release (#9) was created on Jun 23, 2020 at 4:22 AM ().

Abstrak

Kami mengevaluasi perjanjian Pemindahan Hak Cipta (CTA/copyrights transfer agreement) 15 jurnal kategori SINTA 1 Indonesia dan membandingkannya dengan 10 jurnal terbitan luar negeri dalam lingkup bidang ilmu yang sama. Kriteria yang digunakan dalam menelaah CTA meliputi: (1) model pengelolaan jurnal (open access atau tidak), (2) ada atau tidak CTA, dan 3) komponen Hak Cipta yang dipindahkan (sebagian atau seluruhnya). Beberapa hasil yang kami dapatkan: (1) Seluruh jurnal OA nasional menggunakan lisensi Creative Commons Attribution (CC-BY) dengan berbagai varian tanpa pengalihan hak cipta ke penerbit. (2) Ada satu jurnal nasional menggunakan lisensi ini sekaligus mengalihkan hak cipta ke penerbit, (3) Seluruh jurnal terbitan luar negeri yang dikelola oleh asosiasi profesi, universitas dan penerbit komersial memiliki keseragaman CTA. Untuk rute non OA, CTA mengalihkan hak cipta dari penulis ke penerbit (all rights reserved), sedangkan rute non OA menggunakan lisensi CC-BY-XX-YY. Ini mungkin menjadi indikasi bahwa penerbit jurnal di Indonesia perlu memahami lebih rinci tentang hak cipta, sekaligus sebagai refleksi untuk pengembangan Jurnal Guidena di masa mendatang.

Abstract

We evaluated Copyright Transfer Agreements (CTA) of 15 SINTA 1 Indonesian journals and compared them with 10 international journals in the same field of science. The criteria used in studying the CTA include: (1) the journal management model (open access or not), (2) the CTA exists or not, and 3) the copyright component that has been transferred (partially or completely). Some of our results: (1) that national OA journals use Creative Commons Attribution (CC-BY) licenses with various variants without transferring copyright to the publisher. What is interesting is that one journal uses this license while transferring the copyright to the publisher. All journals published abroad managed by professional associations, universities and commercial publishers have CTA uniformity, for non-OA routes, CTA transfers copyright from author to publisher (all rights reserved), while non-OA routes use CC-BY-XX-YY. This might be an indication that journal publishers in Indonesia need to understand in more detail about copyright, as well as a reflection for the future development of Journal Guidena.

Latar belakang

Dokumen CTA (copyright transfer agreement) adalah perjanjian mengatur hak dan kewajiban penulis dan penerbit pasca penerbitan suatu karya, dalam konteks ini berupa makalah ilmiah atau buku[1]. CTA berbentuk surat berisi beberapa klausul yang harus ditandatangani bersama antara penulis atau perwakilan penulis (biasanya oleh penulis korespondensi) dan perwakilan penerbit. Dokumen ini belum mendapat perhatian penulis, baik dalam dan luar negeri, sehingga banyak penulis mengetahui hak apa saja yang telah mereka alihkan ke penerbit[2]. Tennant[3] dalam artikel blognya menjelaskan keanehan yang ada dalam CTA dan bahwa banyak penulis yang abai terhadap hal tersebut. Makalah ini menelaah karakter formulir CTA jurnal Indonesia bidang eksakta dan non eksakta (sains sosial) dan membandingkannya dengan jurnal-jurnal luar negeri. Sebagai basis data jurnal nasional digunakan SINTA dan Scimago.

Sekilas tentang CTA

Perjanjian pengalihan hak cipta (CTA) adalah warisan pola penerbitan yang berbasiskan biaya langganan (subscription-based)[4]. Pengalihan Hak Cipta marak terjadi sejak terbitnya UU Hak Cipta AS dan tahun 1976.

Sampai era awal 2000an, jurnal berlangganan bisa jadi adalah satu-satunya pola penerbitan ilmiah yang ada di dunia. Penerbit punya peran dominan untuk menerbitkan makalah dan menyebarluaskannya melalui berbagai infrastrukturnya, yaitu dukungan manajemen, peninjauan sejawat, pencetakan, penerbitan, dan pada akhirnya penyebarluasannya dalam bentuk biaya langganan ke institusi pendidikan atau kepada pembaca individual, serta mengarsipkannya[5]. Hasil riset hanya akan dapat dibaca oleh orang lain bila dicetak dalam bentuk kertas dan didistribusikan ke seluruh dunia melalui layanan pos[6][7]. Dengan besarnya peran penerbit, khususnya hal pencetakan, maka mereka memerlukan penguasaan penuh atas karya akademik, sehingga CTA adalah perjanjian kontraktual utama.

Penulis akan disodori surat CTA ini setelah makalah dinyatakan diterima (accepted). Setelah ditandatangani dan dikirim kembali ke penerbit, biasanya dalam waktu kurang dari dua minggu, makalah akan tayang perdana secara daring.

CTA salah satunya mengatur tentang pengalihan Hak Cipta, dari 80 jurnal akademik, 90% meminta penulis untuk mengalihkan Hak Ciptanya dan 69% diantaranya memintanya sebelum proses peninjauan sejawat, sebagian besar membolehkan pengarsipan mandiri tapi tanpa ketentuan yang jelas, dan sangat sedikit jurnal yang menganggap bahwa pengarsipan mandiri adalah bentuk publikasi ganda[8][9]. Ini menunjukkan bahwa CTA perlu direformat agar lebih mencerminkan kepentingan penulis dan penerbit.

Metode

Data kami berasal dari basis data SINTA[10] dan Scimagojr[11] dengan jumlah total 25 jurnal, terdiri dari 15 jurnal nasional (penerbit berdomisili di Indonesia) dan 10 jurnal luar negeri (penerbit berdomisili di luar Indonesia). Untuk jurnal nasional, kami memilih 10 jurnal yang masuk kategori SINTA 1 ditambah 2 jurnal yang masuk SINTA 3 dan 3 jurnal yang belum masuk daftar SINTA (SINTA 0). Untuk jurnal internasional, kami menggunakan daftar Scimago pada kategori arts and humanities (3 jurnal teratas), kategori demography (3 jurnal teratas) dan earth and planetary sciences (4 jurnal teratas). Berikut tabel data jurnal yang diobservasi (Tabel 1).

Tabel 1 Data jurnal yang diobservasi

Jurnal

Jumlah

Nasional

15

Kategori SINTA 1

10

Kategori SINTA 2

0

Kategori SINTA 3

2

Kategori SINTA 4

0

Kategori SINTA 0

3

Internasional

10

Bidang ilmu: Arts and humanities

3

Bidang ilmu: Demography

3

Bidang ilmu: Earth and Planetary Science

4

Kami memilih 10 jurnal teratas kategori SINTA 1 dengan pertimbangan bahwa jurnal-jurnal ini memegang peranan penting sebagai patron dalam dunia publikasi akademik di Indonesia.

Kriteria utama yang digunakan dalam menelaah CTA meliputi:

  1. modus pengelolaan jurnal (open access/OA, non open access/NOA, atau hybrid OA) dan mekanisme pembiayan jurnal (diamond OA: penerbit tidak menarik biaya publikasi (APC)/gold OA: penerbit menarik APC),

  2. jenis penerbit (perguruan tinggi/asosiasi/komersial/hybrid),

  3. komponen Hak Cipta yang dipindahkan (sebagian atau seluruhnya),

Dalam menelaah kriteria di atas, kami melakukan pencarian secara mandiri untuk memastikan ketersediaan data. Bila data tidak ditemukan, kami menghubungi pengelola secara langsung. Hasil yang tertera dalam tabel dalam Bab Hasil dan Pembahasan menayangkan proses tersebut di atas.

Hasil dan pembahasan

Hasil observasi

Sebanyak 100% jurnal non OA (dari 25 jurnal) adalah jurnal internasional yang berada pada peringkat 1-4 di bidang ilmunya masing-masing (Tabel 2). Begitu pula untuk jenis hybrid OA. Hybrid OA adalah jurnal yang menerapkan modus baku non OA tetapi menawarkan opsi OA saat makalah dinyatakan diterima. Yang menarik adalah bahwa walaupun mayoritas jurnal nasional yang kami observasi menggunakan pola diamond OA, tetapi telah ada pula menerapkan pola pengelolaan gold OA dengan kisaran APC (article processing charge) kategori SINTA 0 dan SINTA 3 antara Rp. 200.000 (USD 14) hingga Rp. 500.000,- (USD 35), sedangkan jurnal nasional yang masuk kategori SINTA 1 menarik APC dari Rp. 2.750.000,- (USD 148) hingga Rp. 4.100.000,- (USD 289). Apakah fenomena yang terjadi di luar negeri, yaitu makin tinggi reputasi jurnal membuat harga APCnya makin mahal[12] juga terjadi di Indonesia? Hipotesis ini perlu diyakinkan dengan data APC yang lebih banyak pada kategori SINTA 1-3.

Tabel 2 Klasifikasi jurnal nasional dan internasional menurut modus pengelolaannya

Jurnal

Jumlah

Jumlah nasional

Jumlah internasional

Keterangan

non OA

2

0

2

100% jurnal non OA adalah jurnal internasional

OA

23

15

8

hybrid OA

6

0

6

100% jurnal hybrid OA adalah jurnal internasional

diamond OA

6

5

1

mayoritas jurnal diamond OA adalah jurnal nasional

gold OA

11

10

1

mayoritas jurnal gold OA adalah jurnal nasional

Sebanyak 12 dari 15 jurnal nasional diterbitkan oleh perguruan tinggi, sementara tidak ada jurnal internasional yang dikelola murni oleh perguruan tinggi atau lembaga nirlaba. Akan menarik untuk ditelaah apakah ini mencerminkan kondisi penerbit jurnal nasional secara umum, bila dibandingkan dengan dominasi pengelolaan jurnal internasional oleh penerbit komersial[13][14][15][16]. Sementara itu pada era 1960-1970an banyak jurnal prestisius dibeli oleh penerbit komersial atau dikerjasamakan pengelolaannya dengan penerbit komersial[17], seperti juga terdeteksi pada 3 jurnal dalam kami, yaitu Administrative Science Quarterly, Journal of Consumer Research, dan Population and Development Review.

Pada kelompok jurnal internasional, ada 5 jurnal dikelola oleh asosiasi profesi, tapi ada 3 jurnal dikelola secara hybrid antara asosiasi profesi atau perguruan tinggi dengan penerbit komersial. Salah satu penerbit komersial yang terdeteksi adalah Penerbit universitas seperti University Oxford Press (UOP) yang telah bertransformasi dari penerbit perguruan tinggi nirlaba. Sebanyak 2 jurnal dikelola oleh penerbit komersial dengan modus hybrid OA. Modus hybrid OA sendiri dipandang sebagai langkah penerbit komersial respon turunnya anggaran langganan jurnal oleh perpustakaan secara global[18][19][20].

Tabel 3 Klasifikasi jurnal menurut jenis penerbit dan modus pengelolaannya

Jenis penerbit

Jumlah

Nasional

Internasional

non OA

Diamond OA

Gold OA

Hybrid OA

Perguruan tinggi

12

12

0

0

4

8

0

Asosiasi profesi

7

2

5

2

1

3

1

Komersial

2

0

2

0

0

0

2

Hybrid

3

0

3

0

0

0

3

Lembaga negara

1

1

0

0

1

0

0

25

15

10

2

6

11

6

Sebanyak 15 jurnal nasional yang kami evaluasi, seluruhnya adalah jurnal OA. Sebanyak 14 diantaranya menggunakan lisensi Creative Commons Attribution (CC-BY) dengan berbagai varian tanpa ada pengalihan hak ke penerbit. Yang menarik ada satu jurnal menggunakan lisensi CC tetapi mengalihkan hak cipta ke penerbit. Penyebabnya belum kami ketahui.

Seluruh jurnal terbitan luar negeri (10 jurnal) memiliki keseragaman CTA, untuk jalur non OA menggunakan all rights reserved dan jalur OA menggunakan lisensi CC-BY-XX-YY. Sebanyak 6 jurnal berjenis hybrid OA (jurnal non OA yang memberikan opsi OA dengan menarik biaya penerbitan atau APC), dikelola oleh penerbit komersial. Sebanyak 8 jurnal memiliki ketentuan CTA yang jelas dan spesifik dan dua diantaranya merujuk ke CTA penerbit induk. Sebanyak dua jurnal internasional berjenis non OA tetapi dikelola oleh asosiasi profesi.

Pembahasan

Evaluasi komponen CTA

Klausul yang ada dalam CTA akan terbagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu CTA untuk makalah non OA (non open access) dan CTA untuk makalah OA. Hal ini akan berhubungan dengan pola pengelolaan jurnal OA dan non OA[21]. Kami akan ambil sampel tiga penerbit besar: Elsevier (EL), Springer Nature (SN), dan Taylor Francis (TF). CTA dari penerbit yang lain tidak akan jauh berbeda, walaupun pasti ada variasi.

CTA untuk rute non OA

Klausul untuk jurnal non OA umumnya menggunakan prinsip all rights reserved, yang mengalihkan seluruh hak dari penulis ke penerbit. Walaupun dinyatakan bahwa penulis masih memegang hak sebagai penulis, tetapi hak itu sangat minim[22][23][24]. Menurut kami adalah yang paling tidak masuk akal, bila ditinjau dari proporsi upaya maksimum yang dikeluarkan oleh penulis (sejak riset hingga manuskrip dikirimkan ke jurnal) vs upaya minimum yang dilakukan oleh penerbit (sejak manuskrip diterima sampai terbit).

In order for Elsevier to publish and disseminate research articles, we need publishing rights. This is determined by a publishing agreement between the author and Elsevier. This agreement deals with the transfer or license of the copyright to Elsevier and authors retain significant rights to use and share their own published articles[25].

Hak penulis yang beralih ke penerbit

Berikut ini beberapa rincian tentang hak yang dipindahkan ke penerbit:

  1. “The exclusive right to publish and distribute an article, and to grant rights to others, including for commercial purposes”: dapat dilihat bahwa EL mendapatkan Hak Cipta secara eksklusif untuk menerbitkan dan mendistribusikan artikel penulis. Selain itu mereka juga mendapatkan hak untuk mengkomersialkannya, bukan hanya untuk mereka, tetapi juga untuk pihak ketiga yang bekerjasama dengan mereka. Di sini tidak terlihat ada ketentuan bahwa EL wajib minta izin kepada penulis sebelum mereka bekerjasama dengan pihak ketiga. Jelas karena EL telah mendapatkan hak untuk seluruh komponen yang ada dalam naskah (teks, gambar, tabel). Dalam kasus makalah non OA, maka secara baku pembaca yang ingin menggunakan gambar dan tabel akan diminta untuk mengajukan permohonan ke EL[26] (sebagai pemegang Hak Cipta), disamping penyitiran yang telah dilakukan penulis.

  2. The right to provide the article in all forms and media so the article can be used on the latest technology even after publication: hak ini adalah agar EL dapat mengubah makalah dari bentuk A ke bentuk B tanpa perlu minta izin lagi kepada penulis, misal dulu artikel hanya tersedia dalam bentuk cetak, kemudian teknologi digital PDF muncul, maka EL dapat mengubah format cetak menjadi PDF tanpa perlu izin penulis lagi. Baik, sampai level tertentu, kegiatan ini menguntungkan penulis, karena ia tidak perlu lagi melakukan alih media untuk membuat karyanya up to date kepada teknologi, tapi apakah tidak mungkin kalau ini sifatnya opsional atau dibuat agar mendapatkan persetujuan dari penulis?

  3. The authority to enforce the rights in the article, on behalf of an author, against third parties, for example in the case of plagiarism or copyright infringement.: di sini EL ingin membantu penulis bila terjadi penyalahgunaan karya, misal plagiarisme. Kami masih melakukan pencarian informasi tentang ada berapa banyak kasus penyalahgunaan karya yang ditangani oleh penerbit dan sampai ke mana mereka akan membantu penulis pada ranah hukum.

Kondisi yang berlaku untuk SN ada dalam klausul berikut ini.

Like many other scientific publishers Springer requires authors to transfer the copyright prior to publication for subscription articles. This permits Springer to reproduce, publish, distribute and archive the article in print and electronic form and to defend against improper use of the article. By signing the Copyright Transfer Statement you still retain substantial rights, such as self-archiving[27].

Kondisi umum pengalihan Hak Cipta untuk TF ada sebagai berikut.

To publish an article and make it available, we need publishing rights from you for that work. We therefore ask authors publishing in one of our journals to sign an author contract which grants us the necessary publishing rights. This will be after your manuscript has been through the peer-review process, been accepted and moves into production. Our Production team will then send you an email with all the details[28].

Hak yang masih dipegang penulis

Berikut ini adalah hak-hak yang masih dimiliki penulis:

  1. Share their article for Personal Use, Internal Institutional Use and Scholarly Sharing purposes, with a DOI link to the version of record on ScienceDirect (and with the Creative Commons CC-BY-NC- ND license for author manuscript versions): membagikan artikel dengan cara yang dibatasi.

  2. Retain patent, trademark and other intellectual property rights (including research data): hak atas paten, merek, dan data riset.

  3. Proper attribution and credit for the published work: hak untuk disitir.

CTA untuk rute OA

Klausul CTA untuk jurnal non OA sedikit berbeda. Penerbit tidak meminta Hak Cipta secara eksklusif, tetapi hanya hak untuk mempublikasikannya atau meletakkan makalah di laman resmi jurnal dan mempublikasikannya ke berbagia media. Di sini, penulis tetap memiliki Hak Ciptanya dan memberikan Hak Penerbitan (Publishing rights) kepada EL. Kemudian EL akan merilis makalah-makalah kepada pembaca dengan lisensi Creative Commons[29], misal CC-BY atau CC-BY-NC, dst. Referensi tentang Hak Cipta rute OA EL, SN, dan TF dapat di baca dalam bab OA[25][30][28].

Kesimpulan dan saran

Dari uraian di atas, CTA memiliki peran penting dalam kehidupan akademik. Pengalihan hak cipta perlu mendapat pertimbangan bukan hanya dari sisi reputasi atau prestise yang didapatkan penulis dan institusi, juga dari hak-hak negara dan masyarakat yang hilang.

Saran untuk penulis

Sekarang opsi apa saja yang dimiliki penulis dan apa yang perlu dilakukannya untuk meminimkan dampak.

  • Bila penulis tidak punya biaya publikasi (APC). Penulis punya dua opsi: (1) memilih jurnal non OA dengan segala resikonya di atas. Penulis diberikan peluang untuk mengunggah manuskrip versi preprint atau post print (versi accepted tapi masih dalam format mentah) ke repositori nirlaba (bukan ResearchGate dan Academia.Edu). Dengan melakukan ini, maka pembaca akan punya pilihan untuk membaca naskah secara lengkap, tanpa harus membayar USD 20-30 per makalah. Bila penulis mengunggah versi preprint atau post print, maka pembaca juga dapat menggunakan seluruh gambar dan tabel yang ada di dalamnya versi itu tanpa harus meminta izin kepada penerbit. Atau (2) memilih jurnal OA yang tidak menarik biaya APC. Apakah penulis tahu fakta bahwa ada 70% lebih jurnal OA yang tidak menarik biaya APC (data DOAJ)? Penulis bisa pilih salah satunya yang paling sesuai dengan lingkup makalah. Tapi ada yang perlu diperhatikan adalah bahwa tidak semua jurnal OA itu memiliki kriteria prestise yang disyaratkan oleh negara.

  • Bila penulis memiliki biaya publikasi (APC). Penulis bisa langsung memilih jurnal OA sesuai kemampuannya. Saran kami, penulis tidak perlu mengejar jurnal dengan APC mahal, kecuali bila mengejar prestise. Biasanya jurnal dengan APC mahal dikelola oleh penerbit komersial besar yang telah stabil model bisnisnya dan memiliki kuartil jumlah sitasi Scimago dan JIF yang memenuhi kriteria prestise yang disyaratkan negara.

Saran untuk penerbit jurnal

Kami sarankan agar para penerbit menelaah ulang formulir CTA yang telah dimilikinya. Mereka perlu lebih adil dalam menempatkan posisinya dalam alur riset dan publikasi. Untuk itu yang diperlu dilakukan adalah:

  1. Menghapus semua klausul pengaliran Hak Cipta dari penulis ke penerbit,

    sebagai gantinya, gunakan lisensi terbuka seperti Creative Commons, MIT,

  2. Sampaikan lisensi terbuka tersebut secara jelas di halaman penjelasan jurnal,

  3. Turut serta mengedukasi penulis tentang Hak Cipta dan beberapa opsi yang mereka perlu pilih saat akan menerbitkan makalah di jurnal DN maupun LN.

Usulan rencana pengembangan Jurnal Guidena

Jurnal Guidena (JG) yang terbit sejak 2013, telah memiliki lingkup jangkauan tersendiri. Tercatat sebagai jurnal kategori SINTA 3[31], menyebabkan jurnal ini memiliki posisi tawar yang lebih tinggi, bila dibandingkan jurnal lain pada bidang yang sama pada kategori yang lebih rendah (SINTA 4). JG memiliki pengaturan lisensi OA yang sangat fleksibel, yaitu CC-BY[32]. Lisensi ini memungkinkan pembaca untuk melakukan penggunaan ulang seluruh material atau sebagian material, komponen teks maupun gambar atau tabel, secara utuh atau dimodifikasi, dengan melakukan penyitiran (attribution). Dengan menggunakan lisensi ini, JG seperti halnya jurnal-jurnal lainnya (36% jurnal Indonesia atau 41% jurnal dunia yang menggunakan lisensi CC-BY menurut DOAJ[33]) telah berkontribusi kepada demokratisasi pengetahuan dengan cara meruntuhkan beberapa “tembok”, yaitu lisensi restriktif (dengan banyak larangan). Dengan tidak memasang komponen Non Derivative (ND), maka JG membuat pembaca dapat memodifikasi data (bukan mengubah data) atau hasil analisis/interpretasi dari makalah awal sesuai dengan hasil risetnya. Sains adalah masalah penurunan atau pengembangan, yang termasuk ke dalam definisi modifikasi. Dengan tidak memasang komponen Non Commercial (NC), maka JG membuat pembaca dapat memanfaatkan hasil dari suatu makalah untuk kepentingan komersial, yang tentunya akan membutuhkan memiliki ketentuan atau kesepahaman terpisah dengan penulis (agar tidak melanggar etika). Dengan ini, hasil riset yang dipublikasikan di JG akan memiliki peluang kebermanfaatan yang lebih besar dan luas.

Namun demikian disadari ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, yaitu:

  1. Publikasi dataset. Sangat jarang makalah di JG yang menampilkan dataset sebagai komponen hasil riset yang berdiri sendiri. Open Journal System (OJS) yang menjadi platform JG, memiliki fitur Supplementary Materials yang dapat dimanfaatkan oleh penulis atau editor untuk mengunggah data (tabel, gambar, foto, rekaman suara, dll) sebagai material pendukung. Dengan cara ini, makalah yang terbit di JG diharapkan dapat membantu pembaca untuk melakukan risetnya dengan lebih efisien. Pembaca yang berminat dengan data, tidak perlu lagi mengetik ulang data tabular atau memplot ulang data spasial. Semuanya telah tersedia sebagai file format xls, csv, atau shp, siap untuk digunakan ulang. Tentunya pembaca wajib menyitir (sitasi data[34]) dan sangat diharapkan untuk melakukan hal yang sama terhadap hasil risetnya ketika telah selesai.

  2. Pendetailan tentang kewajiban penulis untuk mengurus Izin Etik untuk makalah-makalah yang masuk ke dalam lingkup studi yang memerlukannya. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan perilakunya. Oleh karenanya, Izin Etik adalah salah satu hal awal yang perlu diperhatikan. JG dapat menjadi perintis dalam hal ini.

  3. Liputan media. Kegiatan yang masuk ke dalam komunikasi sains[35] ini sangat jarang, bahkan mungkin tidak ada, dilakukan oleh jurnal nasional. Liputan media adalah langkah JG untuk mempromosikan makalah yang baru terbit. Bisa melalui blog terpisah atau media sosial, inti dari sebuah liputan media adalah menjelaskan isi makalah dalam bahasa yang lebih ringan dan populer. Tujuannya tidak lain untuk meningkatkan jangkauan riset tidak hanya kepada para peneliti psikologi, tetapi juga masyarakat luas.

Penutup

Semoga sampai di sini sudah makin jelas beberapa hal yang perlu diperhatikan dosen dan peneliti Indonesia secara umum, sebelum menandatangani formulir CTA. Menandatangani formulir CTA perlu mempertimbangkan pula hak negara sebagai pemberi dana riset dan hak masyarakat sebagai pengguna hasil riset. Keputusan ini mungkin akan bertentangan dengan kebijakan perguruan tinggi bahkan negara yang saat ini sedang mengejar reputasi akademik dengan berbagai cara.

Kalau penulis memilih rute OA, maka akan terjadi pemindahan hak cipta ke tangan penerbit. Saat penulis memilih rute OA akan ada konsekuensi membayar sejumlah uang APC[36]. Jadi sebenarnya opsi manapun yang anda pilih, maka yang paling banyak mengeluarkan modal adalah negara tapi yang paling banyak menerima keuntungan adalah penerbit[37]. Oleh karenanya keputusan ini perlu dipertimbangkan dengan matang.

Data pendukung

Data pendukung dapat diakses di sini.

Comments
1
Dasapta Erwin Irawan:

Mari berbincang masalah pengalihan hak cipta. Ini akan sangat berkaitan dengan modus pengelolaan jurnal. Untuk penjelasan bisa dibaca di sini.